Laman

My Journey

My Journey
my life, familly, frienship,my drem,etc

Selasa, 22 Juni 2010

perbaiki diri....itu khudu!

Hari ini aku teringat kejadian tiga setengah tahun yang lalu di Sekretariat FOSI…
Siang itu, Aini datang agak tergesa-gesa…setelah memberi salam pada semua akhwat yang ada di sekretariat, dia langsung buat pengumuman…

“eh…ada ikhwan yang nyari akhwat satu juz. Ada yang bersedia gak?” semuanya ketawa lalu gak peduli lagi dengan pengumuman Aini. Hanya aku yang tertarik bertanya.

“akhwat satu juz? Maksudnya?”

“ada ikhwan yang mau nyari calon istri. Aku dapet informasinya dari murabiyyah ku. Tapi ikhwan itu maunya akhwat yang hapal satu juz, paling gak, hapal juz 30.”

“kalo, misalnya ada yang mau jadi istrinya, tapi gak hapal juz 30, gimana?”

Aini senyum.

“ya…insyaallah gak apa-apa. Katanya sih selain hapal satu juz, syarat lainnya akhwat yang mau jadi istrinya harus bisa masak, bisa ngurus anak dan ngurus rumah. Dilut mau?”

Aku ketawa.

“aku hanya nanya, bukan berarti aku mau. Lagipula aku belum hapal juz 30.”

“gak apa-apa…yang penting bisa masak, bisa ngurus anak dan bisa ngurus rumah.”

Aku senyum.

“memangnya siapa sih nama ikhwan itu? Aku mau ketemu ama dia. Aku mau nanya langsung ama dia, dia mau nyari calon istri apa nyari calon pembantu rumah tangga? Kenapa dia gak langsung aja buat pengumumannya di papan informasi? tuh…papan informasi fakultas masih kosong.”

Aini beristighfar…

“Va….gak seperti itu.”

“apanya yang gak seperti itu? Kenapa mau menikah harus pake syarat? Seperti kontrak saja. Lagipula kenapa syaratnya sulit? Bukannya Rasul bilang kalau kita harus memudahkan pernikahan? Lagipula, ikhwan itu kalau mau membuat syarat yang bagus dong bahasanya. Buat syarat calon istri kok kayak buat syarat calon pembantu rumah tangga. Kenapa gak buat syaratnya menjadi: akhwat yang sayang dengan keluarga dan anak-anak. Aku jamin, akhwat yang sayang keluarga dan anak-anak, dia bisa mengurus rumah tangga dan mengasuh anak-anak. Tapi akhwat yang bisa mengurus rumah tangga dan mengasuh anak-anak, belum tentu sayang dengan keluarga dan anak-anak.”

“Va …dirimu benar.” aini senyum sambil menepuk-nepuk punggung tanganku

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

“Akhwat yang hapal juz 30 gak pantas mengharapkan Ikhwan yang hapal 30 Juz”

Itu kata-kata mbak ila sewaktu ngisi taujih keputrian UKM ROHIS beberapa tahun yang lalu…

Tapi ndut mengucap hamdallah setelah tau ada salah satu ustadz yang al-hafidz mempunyai seorang istri yang juga ustadzah yang belum hapal 30 juz…

“alhamdulillah, berarti aku masih ada kesempatan dapat suami yang al-hafidz…” itu kata ndut.

Waktu itu aku senyum dan mengaminkannya….

Siapapun orang yang nantinya di takdirkan oleh Allah sebagai suami kita…
semoga dia akan menganggap kita bidadari di dalam rumahnya
dan sebagai teman dakwah dalam jihadnya...
bukan sebagai pembantu rumah tangga seperti ikhwan yang aini bilang itu...

Aku percaya Allah menetapkan jodoh kita bukan dengan seberapa banyak hapalan yang kita punya. Tapi seberapa kadar keimanan kita…

Wanita yang baik hanya untuk laki-laki yang baik….

Walaupun ada kita lihat, ada seorang wanita yang baik mempunyai suami yang pemabuk. Perlu kita ingat juga bahwa baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah…

Aku setuju dengan salah satu syair lagu nasyid…

“….kekasih kan datang sesuai
dengan iman di hati
Sabarlah menanti
Janji Allah ‘kan pasti….”

Dan aku juga percaya…
jodoh kita gak akan pernah tertukar-tukar. Semua sudah di tetapkan.
Kita hanya menanti janji-Nya. Tapi bukan berarti tanpa usaha apapun.
Walaupun orang tua kita pernah bilang, jodoh kita ada di tangan Tuhan…
tapi kalo gak diambil-ambil…yaa…selamanya akan terus berada di tangan Tuhan…
iya kan….??????


Apa ada aktivitas cari jodoh? Atau…apakah jodoh memang harus dicari? Yang pasti, setiap orang normalnya ingin menikah. Meskipun ada yang karena satu dan lain hal menjadi tak ingin atau tidak ditakdirkan berjodoh di dunia.

Aktivitas cari jodoh itu ada dan sudah sejak zaman dahulu banyak budaya melakukannya. Konon budaya valentin didasari budaya semacam itu.


Apakah Islam juga menyediakan aktivitas ini untuk muda-mudi kita? Sejujurnya penulis belum pernah menemukan sebuah ritual resmi atas nama Islam tentang ini, yang ada dan cukup banyak adalah berbagai arahan tentang mencari jodoh, memilih, dan memutuskan yang mana.

Mencari jodoh:
Ada sebuah tuntunan sangat praktis langsung dari Allah SWT.

” Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (An Nur 26).

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT sudah menjodohkan setiap orang bersesuaian jiwanya satu sama lain, mereka yang ”sesuai” akan cenderung betah satu sama lain dan karenanya akan mudah berjodoh. Jika kita masih lajang dan ingin cari jodoh, maka jika kita ingin mendapat jodoh yang baik berarti kitalah yang lebih dahulu harus menjadikan diri kita baik, maka Insya Allah kita akan dijodohkan dengan yang baik oleh Allah. Mudah ’kan? Itu langkah adalah langkah pertama.

Langkah pertama ini jika diyakini dengan sepenuh hati Insya Allah menjadi doa sekaligus usaha yang diajukan kepada Allah SWT tentang calon pendamping seperti apa yang kita inginkan.
Apakah kriteria ”baik” itu? Bagaimanakah kita ingin jodoh yang baik dengan cara kita berusaha menjadi baik terlebih dahulu?

Ketaqwaan adalah ukuran baku dari Allah SWT. Kadar ketaqwaan ini berdampak luas kepada semua sisi kehidupan seorang manusia. Ketika ia sedang diuji dengan kesenangan, ia akan bersyukur dengan pas, tepat, akurat, sehingga Allah menambah nikmat dariNya. Ketika ia diuji dengan musibah dan kesulitan, ia bersabar, sehingga Allah bertambah menyayanginya dan memberikan pahala yang banyak.

Hanya saja angka ketaqwaan tak dapat ditera manusia. Hanya Allah-lah yang Maha Tahu kadar ketaqwaan manusia. Bahkan si manusia itu sendiri tak pernah tahu berapa derajat ketaqwaannya, sebab ia sebagai manusia selain sarat dengan khilaf, lupa dan lalai, juga seringkali tidak mempertajam matahatinya sehingga semakin buta hakikat.

Manusia hanya mampu ”khawatir tak diterima Allah” (khouf) dan berharap ”agar ia diterima oleh Allah” (roja’). Khouf dan Roja’ ini seyogyanya ada dalam diri manusia yang sadar ia manusia yang sangat mungkin salah. Panjang lebar berbagai ulama modern maupun ulama salaf membahas dalam topik-topik tentang taqwa dan manajemen hati. Di situlah taqwa dibina.

Orang yang terbiasa mengelola hatinya Insya Allah juga mampu memprogram dirinya untuk maju menjadi lebih baik setiap harinya tanpa terjebak rasa sombong dan pongah bahwa ia sudah sampai kepada ”maqom” taqwa padahal sesungguhnya belum. Alah bisa karena biasa. Pepatah ini benar adanya.

Hendaknya kaum muda sibuk mengelola hatinya, sibuk meningkatkan taqwanya dengan keyakinan itulah kelak tiketnya ke surga dan ke pelaminan. Janganlah kaum muda muslim harapan ummat malah sibuk ”te-pe te-pe” (tebar pesona) di berbagai mal maupun layar kaca atau media lain dalam rangka membangun masa depan mereka.

Ada yang pernah bertanya kepada penulis: kalau begitu kapan berkesempatan berkenalan dengan orang banyak? Kalau sibuk menata hati kapan berjumpa orang-orang yang potensial menjadi calon? Bukankah harus ”gaul”?

Tergantung apa makna ”gaul”. Jika ”gaul” bermakna harus ikut segala tren dan mode, segala hura-hura dan pesta-pesta, maka itu tak perlu. Berapa banyak remaja dan anak muda justru terjebak mendapat jodoh buruk di tempat pergaulan semacam itu, dan bahkan bertemu dengan narkoba!

Bergaul normal, sebagaimana aktivitas sehari-hari, itu cukup. Bahkan aktivitas zaman ini tidak terbatas di lingkungan fisik belaka, ada dunia maya yang juga dapat menjadi ajang silaturahim. Sejak ketemu di dunia maya, lanjut ke dunia nyata, maka selanjutnya terserah anda.

Itu cukup, asalkan dalam bergaul sehari-hari, patokan bergaul terus dipegang sesuai aturan Islami. Ini sangat penting.

Dalam pergaulan, cara seseorang bergaul akan menentukan siapa selanjutnya kawannya. Seorang gadis yang berhati-hati dalam bergaul maka sikapnya akan menyingkirkan pemuda mata-keranjang sebab gadis ini ogah diperlakukan sembarangan. Sebaliknya jika si gadis selalu memberi ”lampu hijau” bagi teman-teman prianya untuk memperlakukan dirinya dengan sembarangan, maka dirinya hanya akan dipermainkan kemudian dicampakkan.

Jangan khawatir sikap yang ”penuh aturan” ini akan menjauhkan teman, sebaliknya, akan menseleksi dengan baik. Lagipula, buat apa punya teman yang hanya ingin mempermainkan?
Allah SWT tak pernah lupa dan tak pernah tidur. Allah SWT selalu memberikan kita bimbingan dan petunjuk, asal saja kita mau melihatnya.

Allah juga selalu menguji kita, hanya saja kita sering tak sadar. Kadang kita menyangka sedang ditawarkan sesuatu yang baik karena seolah indah dan baik (tampaknya), padahal sesungguhnya itu adalah ujian yang harus kita hindari dan jauhi karena di balik itu ada keburukan tersembunyi dan bahaya kepada agama.

Ada banyak anak muda muslim dan muslimah yang tertipu dengan manusia-manusia penuh misi pemurtadan. Para misionaris ini memang sengaja menjadi ”kawan terbaik” bagi calon sasarannya. Tujuannya adalah menjadi kawan akrab, kemudian, pacar, kemudian menikahi, kemudian memurtad-kan.

Entah ini memang sebuah gerakan terselubung atau hanya aktivitas pribadi, yang pasti fenomena ini sudah sangat banyak dan sudah berlangsung sejak puluhan tahun di bumi pertiwi ini. Ahh, andai saja setiap pemuda-pemudi muslim tetap berpegang pada aturan Islam dalam bergaul, berteman, bersahabat apalagi mencari jodoh, niscaya segala kisah pemurtadan seperti itu tak pernah terjadi. Waspadalah.
Wallahua’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar